Sejumlah Kasus Bullying Hingga Pelecehan Sexsual Sudah Warnai Catatan dan Terkesan Apatis

Ketua Wartawan Bojonegoro Bersatu (WBB) Haribono Sukarno.
JATIMNEWS
"BOJONEGORO,sigapnews.co.id|| - Ketua Wartawan Bojonegoro Bersatu (WBB) Haribono Sukarno mengatakan kejadian mengenai siswa yang hamil diluar nikah (Pelecehan seksual dibawah umur) hingga siswa yang ditendang sampai pinsan, menjadi gambaran ekstrem dan fatal dari intimidasi bullying fisik dan psikis yang dilakukan pelajar kepada teman-temannya.
Fenomena ini, katanya, adalah fenomena saat anak yang terbiasa menonton atau menyaksikan vidio cara kekerasan sebagai penyelesaian masalah. Artinya mereka tidak pernah diajarkan cara menyelesaikan masalah dengan baik, bahkan memandang kekerasan sebagai cara penyelesaian.
“Luka fisik bisa dicari obatnya, namun luka batin sangat tidak mudah dicari obatnya. Bahkan tidak kelihatan. Namun setelah peristiwa terjadi, kita mulai dapat mengukur apa yang terjadi sebelumnya kepada anak sehingga menjadi pelaku bullying,” kata Hari Bono melalui ponselnya.
Oleh karena itu, kata Hari Bono, semangat Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak dalam melihat anak-anak yang melakukan kejahatan, dalam hukum bukan sebagai subyek hukum, melainkan pasti ada penyebab penyertanya.
Selain itu pasal 9 Undang Undamg nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan anak dalam ayat (1a) menyatakan setiap anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan atau pihak lain.
WBB mencermati dari media sosial secara nasional bahwa KPAI telah mencatat dalam kurun waktu 11 tahun, dari 2011 sampai 2022, ada 37.381 pengaduan kekerasan terhadap anak. Untuk Bullying baik di pendidikan maupun sosial media, angkanya mencapai 2.473 laporan dan trennya terus meningkat.
“Data pengaduan anak kepada KPAI bagai fenomena gunung es. Sama seperti pernyataan Presiden (9/1/2020) melalui Data SIMFONI PPA.
Bahkan kita terus setiap hari membaca berita dan menonton fenomena kekerasan anak. Tentunya ini sangat disadari dan menjadi keprihatinan bersama,” katanya.
Kalau melihat skala dampak yang disebabkan dari tiga peristiwa tersebut, katanya, hal ini memperlihatkan gangguan perilaku yang dialami anak. Gangguan perilaku tersebut perlu diantisipasi sejak awal.
“Meski secara fisik dan daya belajar anak baik bahkan memiliki prestasi. Namun ketika menghadapi realitas, anak anak tidak siap. Sehingga terjadi gejolak yang menyebabkan pelemahan mental yang dapat bereaksi agresif seperti bullying. Umumnya bullying adalah perbuatan berulang-ulang yang dilakukan anak,” katanya.
Pemicunya, menurut Ketua WBB sangat banyak karena kontrol sosial masyarakat yang berubah menjadi lebih agresif dan cepat, sangat mudah ditiru oleh anak. Begitupun sikap represif yang berulang-ulang.
“Seperti tontonan Seksual ,kekerasan, dampak negatif gawai, penghakiman media sosial. Dan itu kisah yang berulang, karena bisa diputar balik kapan saja oleh anak, tidak ada batasan untuk anak-anak mengkonsumsinya kembali,” katanya.
Sayangnya kondisi yang mengganggu anak tersebut tidak banyak penyaringannya bila terjadi di sosial media, keluarga, sekolah dan lingkungan. Meski sudah ada guru dan orang tua, juga guru konseling, namun lebih nampak perannya saat terjadi kekerasan di sekolah.
“Fenomena paparan seksual ,kekerasan sangat represif masuk ke kehidupan anak dari berbagai media. Tentunya fenomena zaman ini, ada kebutuhan sekolah untuk membaca kondisi kejiwaan setiap siswanya,” ujarnya.
Artinya, kata Hari bono, sangat tidak cukup sekolah hanya memiliki satu guru konseling, dengan kondisi gangguan di luar sekolah yang masif menghantui anak anak Indonesia. Ke depannya, guru konseling bukan profesi sampingan, apalagi dibebankan juga dengan mengajar.
“Perlu ada upaya lebih serius dan personal dirasakan setiap anak, dalam upaya membaca dan mencegah gangguan perilaku. Kisah anak SMPN 147 Cibubur yang lompat dari lantai atas sekolahnya menjadi pelajaran dunia pendidikan kita,” katanya.
Sebenarnya, ujar Hari Bono, sudah ada Permendikbud. (Tim sigap)
Editor :sitirahayu