Penggunaan Pil Penunda Haid Bagi Perempuan ynag Belum Menikah

Foto : Mohammad Atiqurahman, MH
Islam sangat memuliakan perempuan. Perempuan merupakan makhluk Tuhan yang paling mulia yang diciptakan paling banyak lapang pahalanya dan begitu juga sebaliknya, apabila tidak bisa menjaganya, maka banyak pula hal yang dapat menimbulkan dosa. Namun, bila kita taat akan perintah-Nya dan sanggup menjauhi segala laranganya, pintu surga akan dibukakan untuknya.
Allah SWT. menciptakan alam dan isinya, termasuk menciptakan manusia dengan tujuan beribadah kepada Allah SWT. Salah satu ibadah yang pahalanya berlipat ganda adalah puasa pada bulan Ramadhan. Bagi perempuan, setiap bulan pasti mengalami haid sehingga ketika memasuki bulan suci Ramadhan terdapat halangan untuk memperoleh keberkahan.
Banyak perempuan yang masih produktif, terutama perempuan yang belum menikah ingin memperoleh keberkahan di bulan suci Ramadhan secara penuh selama sebulan. Banyak cara yang dilakukan agar tidak mengalami haid selama bulan Ramadhan, salah satunya dengan meminum pil penunda haid.
Penggunaan pil penunda haid tidak dianjurkan karena banyak efek samping ditimbulkan, salah satunya yaitu siklus haid yang tidak teratur dan akan membuat rahim mengering sehingga akan sulit mempunyai anak, terutama bagi perempuan yang belum menikah.
Selain itu, keluarnya darah haid merupakan perkara thabi’i (kebiasaan) dan fitrah bagi setiap perempuan. Jika hal tersebut dicegah secara tidak alami dengan cara meggunakan pil penunda haid, maka akan menentang qudrat dan iradat Allah sebagai pengatur alam semesta.
Selain itu, belum afdhol jika tidak meninjau dari hukum Islam. Jika berbicara sumber hukum Islam, banyak spekulasi pembagian di dalamnya. Sumber hukum Islam dengan tiga bagian, yaitu Al-Quran, Al-Hadist dan Ijtihad. Dan dari sumber hukum Islam tersebut, maka terbentuk hukum Islam yang dibagi menjadi lima bagian, yaitu wajib, haram, sunnah, makruh, dan mubah.
Menurut Yusuf Qardhawi, penggunaan pil penunda haid didasarkan pada petimbangan antara maslahah dan mafsadah-nya. Jika lebih banyak mafsadat-nya, maka haram dalam penggunaan pil penunda haid tersebut. Penulis sangat setuju dengan pendapat beliau karena maslahah dan mafsadah merupakan bagian dari syariat yang tidak boleh dikesampingkan. Dan juga, maslahah dan mafsadah memungkinkan untuk melahirkan nilai-nilai kebaikan jika mampu mencermatinya secara tajam dalam kaitannya dengan ilmu syariat.
Oleh: Mohammad Atiqurahman, M.H.
Dosen Prodi Hukum Ekonomi Syariah STAIFA Pamekasan
Editor :mawardi@2021