Sosialisasi Tentang Persiapan Penyusunan Perdes Desa Petahunan
Sosialisasi di Balai Desa Petahunan
Lumajang, Sigapnews.co.id – Meskipun malam itu dingin dan diiringi gerimis, hal tersebut tak menghentikan langkah Dosen STIH Jenderal Sudirman, Bapak Fudoli Sandra, S.H., M.H., untuk menjadi narasumber dalam sosialisasi penyusunan Peraturan Desa (Perdes) di Desa Petahunan, Kecamatan Sumbersuko, Kabupaten Lumajang, pada Rabu (29/1/2025). Sosialisasi ini merupakan salah satu program dalam Kuliah Kerja Nyata Tematik (KKNT).
Kegiatan tersebut dihadiri oleh berbagai pihak, di antaranya:
Kepala Desa Petahunan, Bapak Sumarli
Dosen STIH Jenderal Sudirman, Bapak Fudoli Sandra, S.H., M.H.
Babinsa, Sertu Iswan Dwi Samsuldin
Bhabinkamtibmas, Briptu Risky
Ketua BPD, Bapak Haidi Mistar, S.Pd.
Ketua BUMDes, Bapak Alfin
Para tamu undangan dan masyarakat sekitar, dengan jumlah peserta mencapai 60 orang.
Dalam sambutannya, Kepala Desa Sumarli menekankan pentingnya penyusunan Perdes yang berpihak kepada masyarakat dan tidak menyengsarakan mereka. Ia juga menyinggung isu terkait pengelolaan kapling yang sebelumnya sempat menjadi perbincangan. Sumarli menjelaskan bahwa ada tuduhan dirinya menarik dana sebesar Rp450 juta, yang kemudian dilaporkan ke Polres Lumajang oleh masyarakat bersama LSM. Namun, ia menegaskan bahwa tuduhan tersebut tidak benar dan dirinya tidak pernah melakukan hal yang dituduhkan.
"Kami berharap Perdes yang akan disusun dapat benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakat Desa Petahunan," tegas Kepala Desa Sumarli.
Sementara itu, narasumber sosialisasi, Bapak Fudoli Sandra, S.H., M.H., menjelaskan tahapan dalam penyusunan Perdes. Menurutnya, proses ini harus dimulai dengan observasi dan pengumpulan usulan dari masyarakat. Setelah itu, usulan disampaikan ke BPD, diteruskan ke Kepala Desa, dan akhirnya diajukan ke Camat.
"Jika masyarakat keberatan dengan Perdes yang dirancang, maka penyusunan tidak akan dilanjutkan," jelasnya.
Dalam sesi tanya jawab, salah satu warga bertanya mengenai peran Kepala Desa dalam menyelesaikan permasalahan di tingkat desa. Menanggapi hal ini, Fudoli menegaskan bahwa desa memiliki kewenangan untuk melakukan mediasi atau menerapkan mekanisme restorative justice sehingga permasalahan tidak harus selalu dibawa ke tingkat kepolisian.
"Jika suatu masalah dapat diselesaikan di tingkat desa, maka tidak perlu sampai ke kepolisian. Mediasi yang baik adalah kunci penyelesaian konflik di masyarakat," tutup Fudoli.
Tim Sigapnews
Editor :Tim Sigapnews
Source : Liputan Langsung