Perayaan Maulid Nabi Dalam Sudut Pandang Sosiologi Agama

Foto : Ucapan Selamat Maulid Nabi Muhammad SAW
Secara historis dapat dikatakan bahwa perkembangan ilmu sosial pada masa awal dibangun dari studi tentang agama. Kelahiran disiplin sosiologi dan antropologi dimulai dari upaya para perintis ilmu tersebut untuk membangun teori-teori dalam ilmu sosial melalui studi terhadap agama.
Sejak awal keberadaan dan perkembangan ilmu sosial budaya, ternyata agama terus menjadi perhatian, fokus kajian dan perdebatan terus menerus dilakukan oleh kalangan ilmuwan sosial budaya. Kenyataan tentang terus berkembangnya kajian agama dan gejala keagamaan itu, antara lain dipicu oleh adanya aksioma bahwa agama merupakan salah satu elemen kunci yang menjadi pembeda antara kehidupan manusia dengan kehidupan makhluk hidup yang lain.
Agama bukanlah ephipenomena atau gejala jauh dalam kehidupan sosial manusia, tetapi menjadi gejala terdekat dalam kehidupan manusia dan masyarakat. Agama merupakan alat legitimasi atas realitas kehidupan sosial manusia yang efektiof (Berger 1991:40).
Begitu pentingnya kehidupan kedudukan agama dalam kehidupan masyarakat manusia, maka kajian tentang agama serasa tidak lengkap jika tidak dikaji melalui sudut pandang ilmu sosial. Urgensi kajian terhadap agama itulah, maka perlu secara khusus dikembangkan metode penelitian sosial dalam studi tentang agama.
Dalam sebuah masyarakat terdapat beberapa selebrasi agama yang merupakan wujud pelaksanaan terhadap ajaran agama itu sendiri. Misalnya dalam Islam terdapat peringatan maulid Nabi Muhammad SAW walaupun tidak semua umat Islam merayakannya. Maulid secara bahasa berarti hari kelahiran. Adapun maulid yang biasa kita kenal adalah suatu perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW yang diselenggarakan secara berjamaah, dibacakan ayat-ayat suci al-Quran dan riwayat hidup Nabi Muhammad SAW serta shalawat puji-pujian kepada beliau dengan maksud mengagungkan martabat Nabi Muhammad SAW dan memperlihatkan kegembiraan kaum muslimin menyambut kelahiran beliau SAW.
Di Indonesia perayaannya jatuh pada setian tanggal 12 Rabiul Awal dalam penanggalan Hijriyah. Perayaan maulid merupakan tradisi yang berkembang di masyarakat Islam jauh setelah Nabi Muhammad wafat. Secara substansi, peringatan ini adalah ekspresi kegembiraan dan penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW. Masyarakat muslim Indonesia umumnya menyambut maulid Nabi dengan mengadakan perayaan-perayaan keagamaan seperti pembacaan shalawat nabi, pembacaan Barzanji dan pengajian.
Peringatan semacam ini tentu ada hubungannya dengan sosiologi agama. Agama dalam hal ini tentu tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia, bisa dikatakan fungsi agama dalam hal ini antara lain:
1. Agama sebagai perekat sosial (Emile Durkheim)
Teori yang lahir dari pendekatan fungsionalisme ini menghasilkan kesimpulan definitif bahwa agama berperan sebagai perekat sosial dalam masyarakat. Menurut Durkheim, agama memiliki fungsi sosial, agama mengukuhkan solidaritas kelompok. Agama bukan ilusi, melainkan fakta sosial yang dapat diidentifikasi dan mempunyai peran dalam proses sosial.
Pusat dari seluruh pandangan Durkheim berada dalam klaimnya bahwa agama adalah sesuatu yang amat bersifat sosial. Dia menegaskan sebagai seorang individu setiap kita memang memiliki pilihan-pilihan dalam hidup ini, namun pilihan itu tetap berada dalam kerangka sosial, sesuatu yang given kepada kita sedari kita lahir dulu. Dalam setiap kebudayaan, agama adalah bagian yang paling bagian yang paling berharga dari seluruh kehidupan sosial. Dia melayani masyarakat dengan menyediakan ide, ritual dan perasaan-perasaan yang akan menuntun seseorang dalam hidup masyarakat.
Maksudnya adalah bahwa peringatan maulid Nabi sebenarnya dapat menjalin silaturahmi antara satu dengan yang lain. Biasanya dalam peringatan ini, orang akan bertemu orang lain yang jarang bertemu atau sama sekali belum pernah bertemu. Dengan adanya peringatan ini menunjukkan bahwa agama memang memberi ruang tersendiri bagi pemeluknya antara lain yaitu solidaritas dan perekat sosial.
2. Agama sebagai konstruksi sosial
Dengan pendekatan dialektika internalisasi, eksternalisasi, dan objektivikasi dalam melihat fakta sosial agama, Peter L. Berger telah mengambil kesimpulan bahwa agama berperan dalam mengkonstruksi dunia sosial (social construction). Seseorang yang mengikuti maulid Nabi bisa juga karena pengaruh oleh orang lain (eksternalisasi) lalu orang itu mengikutinya (internalisasi) atau bisa juga yang mempengaruhinya adalah kyai yang memberikan tausiyah, lalu ia mengikuti apa yang dikatakan kyai itu (internalisasi).
3. Agama sebagai simbol masyarakat sipil
Sebagai simbol perekat masyarakat sipil yang kemudian melahirkan teori agama sipil (civil religion), Robert N. Bellah menganalisis pentingnya peran agama menjadi kekuatan integratif dalam masyarakat modern yang kehilangan nilai-nilai agama yang menggereja (institusi). Ini artinya dalam perspektif kemunculan agama sipil yang berfungsi mengintegrasikan tatanan sosial ini, Bellah menganalisis bahwa dalam masyarakat modern yang demokratis, fungsi agama kemudian dipetakan menjadi dua yaitu fungsi publik dan prifat. Fungsi publik di sini berarti maulid Nabi berfungsi mempererat tali persaudaraan dan fungsi prifatnya adalah untuk memperingati hari lahir Nabi dan sebagai penghormatan kepada Nabi bagi setiap manusia itu sendiri.
Oleh: MIFTAHUL JANNAH (Dosen STAIFA Pamekasan)
IMROAATUL HASANAH (Mahasiswa STAIFA Pamekasan)
Editor :mawardi@2021