Pendayagunaan Zakat Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat

Foto : Ahmad Rizqi Ramadhoni, S.M. M.H (Dosen STAIFA Pamekasan)
Zakat merupakan salah satu dari rukun Islam yang wajib diamalkan oleh semua muslim yang mampu untuk memberikan sebagian hartanya kepada yang berhak menerima. zakat adalah ibadah yang mempunyai tujuan untuk membantu sesama manusia terutama bagi mereka yang kurang mampu dan untuk meningkatkan keimanan kepada Allah SWT agar harta dan jiwa dibersihkan dari berbagai penyakit. Zakat termasuk dalam ibadah Maliyah ijtim’aiyah, artinya ibadah dibidang harta yang memiliki kedudukan yang sangat penting dalam membangun masyarakat. Jika dikelola dengan baik, baik pengambilan maupun pendistribusiannya, pasti akan dapat mengangkat kesejahteraan masyarakat.
Kesenjangan penghasilan rizki dan mata pencaharian diantara umat manusia adalah hal yang tidak bisa ditolak, karena ini merupakan Sunnat Allah agar kehidupan ini berjlan seimbang. Untuk mengurangi kesenjangan tersebut harus ada campur tangan Allah, yaitu dengan diwajibkanya zakat dari si kauya untuk diberikan kepada si miskin bukan hanya sekedar tatawwu’ (sunnah) yang sifatnya opsional. Dengan zakat kesenjangan sosial dapat diminimalisasikan dan rasa gotong royong serta tenggang rasa dapat ditumbuh kembangkan.
Perintah zakat sendiri terdapat dalam firman Allah SWT dalam Q.S AlBaqarah ayat 110 yang Artinya: "Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan." Zakat mempunyai kedudukan yang sangat penting karena ia mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai ibadah mahdah fardiyah (individual) kepada Allah dan sebagai ibadah muamalah ijtimaiyah (social) dalam rangka menjalin hubungan horizontal sesama manusia.
Zakat yang juga memiliki salah satu fungsi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat diyakini bisa menjadi salah satu alternatif dan harapan untuk mengentaskan kemiskinan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat terutama dikalangan umat Islam.
Dari sisi kesejahteraan umat, zakat merupakan salah satu instrument pemerataan pendapatan. Zakat yang dikelola dengan baik, dimungkinkan membangun pertumbunhan ekonomi sekaligus pemerataan pendapatan. Monzer Kahf menyatakan zakat dan system kewarisan islam cendereung kepada distribusi harta egiliter dan bahwa sebagai manfaat dari zakat, harta akan selalu beredar.
Oleh karena itu perlu adanya upaya pengembangan system pendistribusian zakat, supaya proses penyaluran dana zakat kepada mustahik dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan dan sesuai dengan aturan yang berlaku.menggali potensi zakat perlu dilakukan melalui identifikasi objek zakat. Peran petugas zakat (Amil) sangat penting dalam sosialisasi mekanisme penerimaan atau pemungutan zakat.efektivitas ini berkaitan pula dengan efesiensi dalam internal manajemen termasuk kualitas dan profesionalitas amil zakat, dan tranparansi dalam tata kelola zakat. Badan amil zakat, semestinya mampu menunjukan sebuah kekuatan komitmen, trust dan integritas pada manajemen pelaksanaan zakat, perlu adanya langkah stategis yang mampu mendorong lahirnya gerakan zakat ini.
Jika pada zaman pemerintahan Abu Bakar Ash-Shiddiq, beliau memerangi orang yang mengabaikan pembayaran zakat, maka pada zaman modern ini perlu adanya system yang sekiranya mampu untuk mendorong umat islam di Indonesia untuk mengeluarkan zakatnya.
Pengelolaan zakat yang dilakukan secara optimal dan professional oleh masyarakat dan pemerintah diharapkan mampu menjadi intrumen penting yang digunakan sebagai sumber dana yang dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan masyarakat terutama untuk mengetaskan kemiskinan dan mengurangi kesenjangan social. Mengingat proporsi penduduk muslim di Indonesia sebesar 87,2% dari total populasi penduduk tanah air, bisa digambarkan betapa besarnya potensi zakat yang dikeluarkan oleh umat muslim yang telah mencapai nishab dan menyalurkan zakatnya pada lembaga atau badan amil zakat yang terpercaya. Negaralah yang memiliki kekuatan untuk mewajibkan warga negaranya mengeluarkan zakat.
Oleh karena itu Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang penglolaan zakat yang dinilai sudah tidak mamadai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat, diganti dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 tentang penglolaan zakat. Di dalam pengaturan penyalahgunaan zakat UU No. 23 Tahun 2011 Pasal 27 disebutkan bahwa, (1) zakat dapat digunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas uamat. (2) pendayagunaan zakat untuk usaha produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi. (3) ketentuan lebih lanjut mengenai penyalahhunaan zakat untuk usaha produktif sebagaiman dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan menteri.
Dalam pasal 27 ini mengatur tentang pendayagunaan zakat dimana apabila kebutuhan mustahik telah terpenuhi maka harta zakat dapat digunakan untuk usaha yang bersifat produktif dalam rangka pengentaskan kemiskinan dan peningkatan kualitas ekonomi umat. Harta zakat juga dapat digunakan untuk kepentingan public selama tidak melanggar ketentuan syariat Islam, dasar hukum dapat digunakannya harta zakat seperti ini dapat ditemui dalam firman Allah SWT dalam surat AtTaubah ayat 60 yang artinya Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (Q:S At-Taubah 60) Agar harta zakat yang disalurkan dapat berdaya guna dan berhasil guna, maka pemafanatannya harus selektif untuk kebutuhan konsumtif maupun produktif. Untuk pendayagunaan dana zakat, bentuk inovasi distribusi dikatagorikan dalam empat bentuk yaitu distribusi konsumtif tradisional, konsumtif kreatif, produktif tradisional, produktif kreatif.
Adapun penyaluran zakat secara produktif yang pernah terjadi pada masa Rasullah SAW yang dikemukakan dalam sebuah riwayat, bahwa Rasullah SAW telah memberikan zakat kepada Salim bin Abdillah lalu menyuruhnya untuk dikembangkan atau disedekahkan lagi. Berkaitan dengan pemberian zakat yang bersifat produktif , terdapat pendapat yang dikemukakan oleh Yusuf al-Qardhawi dalam fiqh zakat bahwa pemerintah islam diperbolehkan membangun pabrikpabrik atau perusahaan perusahaan dari uang zakat untuk kemudian kepemilikan dan keuntungannya bagi faqir miskin, sehingga akan terpenuhi kebutuhan hidup mereka sepanjang masa. Zakat akan mencegah terjadinya akumulasi harta pada satu tangan dan pada saat yang sama mendorong manusia untuk melakukan investasi dan mempromosikan distribusi.
Oleh:
Ahmad Rizqi Ramadhoni, S.M. M.H. & Istianah, ME
(Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Al Falah Pamekasan)
Editor :mawardi@2021