Jembatan di Bojonegoro Ambrol
Akibat Hujan Deras dan Luapan Sungai Gandong Akses Dua Desa Terputus

Jembatan di Bojonegoro Ambrol, Akibat Hujan Deras dan Luapan Sungai Gandong Akses Dua Desa Terputus
SIGAPNEWS.CO.ID | BOJONEGORO - Banjir luapan Sungai Gandong menerjang jembatan yang menghubungkan Desa Bonorejo, Kecamatan Gayam dengan Desa Pojok, Kecamatan Purwosari, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, hingga ambrol.
Akibat ambrolnya jembatan, warga Desa Bonorejo dan sekitarnya terpaksa harus menempuh jarak lebih jauh untuk menuju wilayah Kecamatan Purwosari. Karena harus memutar sejauh kurang lebih tujuh Kilometer (Km). Yang mana Desa Bonorejo ini merupakan desa ring satu ladang Migas Banyu Urip, Blok Cepu.
“Warga yang menggunakan jembatan itu tidak hanya dari Desa Bonorejo saja, tapi juga warga Brabowan, Gayam dan sekitarnya yang menuju Purwosari,” kata Kepala Desa (Kades) Bonorejo, Rachmad Aksan kepada awak media, Sabtu (17/5/2025).
Namun, menurut kades tiga periode ini, warga Desa Bonorejo lebih sering melintasi jembatan tersebut, terutama para siswa yang bersekolah di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) Purwosari. Karena satuan pendidikan tersebut berada di wilayah Desa Pojok.
“Pengguna lainnya juga terdampak yaitu para pelajar dari Desa Bonorejo yang bersekolah di Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang ada di Desa Pojok. Karena lebih cepat dan menyingkat waktu tempuh perjalanan,” ungkapnya.
Kades ring satu ladang minyak dan gas bumi (Migas) Banyu Urip, Blok Cepu ini menilai, selain jarak tempuh ke Purwosari menjadi lebih jauh, yakni mencapai 7 Km, para pelajar juga kurang aman. Sebab mereka harus melewati dua kali perlintasan kereta api (KA). Yakni keluar dari Desa Beged melintasi rel KA, setelah melewati pertigaan jalan raya (pertigaan Tobo) Desa Purwosari menuju ke Pojok juga melewati rel KA lagi.
“Dalam catatan saya, jumlahnya sekira 350 siswa dari Desa Bonorejo harus memutar jalan yang awalnya 1 sampai 2 Km menjadi 7 Km, dan berisiko karena lewat perlintasan KA,” terang Pak Aksan, demikian Kades Bonorejo karib disapa.
Tak hanya para pelajar, 550 Kepala Keluarga (KK) di Bonorejo yang hendak ke Pasar Purwosari untuk transaksi jual beli pun disebutnya menjadi terganggu. Oleh sebab itu, jembatan ini dinilai memiliki akses yang sangat penting bagi warga Bonorejo dan warga Purwosari.
“Saya tadi sudah membuat laporan dan berkomunikasi dengan Kades Pojok, karena ini menyangkut biaya besar untuk membangun jembatan tersebut,” ucapnya.
Ditambahkan, sepanjang yang ia ketahui dari kisah para orang-orang tua, ini adalah banjir terbesar yang sebelumnya pernah terjadi dan baru terulang kembali setelah 60 tahun silam.
“Saya kelahiran 1964, kata para sesepuh desa, banjir seperti ini terjadi terakhir kali pada 1965, saya masih berumur satu tahun, belum ngerti, tapi ceritanya begitu,” tambahnya.
Dikonfirmasi terpisah, Camat Gayam, Palupi Ratih Dewanti membenarkan, bahwa ada dua jembatan yang putus di wilayah Gayam. Pertama yakni jembatan swadaya masyarakat yang menghubungkan Dusun Sogo, Desa Mojodelik, Kecamatan Gayam dengan Desa Ngrejeng, Kecamatan Purwosari. Ke dua, jembatan penghubung Desa Bonorejo, Kecamatan Gayam dengan Desa Pojok, Kecamatan Purwosari.
Berkenaan kejadian tersebut, Palupi menyatakan, telah meninjau langsung seluruh desa di wilayahnya yang terdampak banjir bandang, dan melaporkan segala perkembangan untuk diteruskan ke pihak terkait. Namun, terkait pendataan kerugian secara materiil, pihaknya masih menunggu hasil inventarisasi. Kendati, tidak ada korban jiwa dalam bencana alam tersebut.
“Kalau jembatan yang tembus Ngrejeng itu sebetulnya belum lama diperbaiki, tapi saking derasnya terjangan banjir jadinya putus. Jembatannya putus baru diketahui setelah banjir surut, karena sebelumnya masih tertutup banjir belum terlihat,” tandasnya.(Andy/yis)
Editor :sitirahayu
Source : sigapnews.co.id